DUABULETIN.com, Senin 10 Juni 2024 | 10.00 WIB.
(Sumber: bbc.com)
Penulis: Putri Eka Lestari | Editor: Dhiya Amalia
Serangan pasukan Israel ke Jalur Gaza, Palestina, masih terus berlangsung dan belum menunjukkan tanda-tanda mereda. Jumlah korban jiwa di sana pun masih terus bertambah. Menurut data yang dihimpun United Nations Office for the Coordination of Humanitarian Affairs (OCHA), dikutip dari Katadata.co.id, selama 7 Oktober 2023-7 Maret 2024, warga Jalur Gaza yang tewas akibat serangan Israel sudah mencapai 30.800 jiwa, dan korban luka 72.298 orang. Lebih buruknya, hampir sebagian besar dari total korban tersebut adalah anak-anak. Konflik Palestina-Israel kini bukan sekadar pertikaian, melainkan telah berubah menjadi tragedi kemanusiaan yang paling kelam sepanjang 2024.
Merespon tindakan Israel terhadap rakyat Palestina, sebagian besar masyarakat Indonesia melakukan aksi bela Palestina. Aksi ini dilakukan dengan ajakan boikot apapun produk Israel, Amerika Serikat dan yang terafiliasi dengannya. Seruan itu mencuat seiring kian brutalnya agresi tanpa pandang bulu Israel ke Gaza, wilayah yang telah diblokadenya selama 16 tahun terakhir dan aksi ini merupakan bentuk protes atas tindakan genosida pemerintah Israel terhadap Palestina.
Dalam beberapa tahun terakhir, kampanye boikot terhadap produk Israel telah menjadi semakin umum di kalangan masyarakat, terutama di media sosial seperti Instagram, X dan TikTok. Kampanye ini bertujuan untuk menyuarakan dukungan terhadap rakyat Palestina dan memberi tekanan dan pengaruh secara ekonomi dan politik supaya negara yang diboikot tunduk kepada hukum internasional. Namun ironisnya, apa yang seharusnya menjadi tindakan positif dan membangun seringkali berubah menjadi wadah untuk menyebarkan kebencian dan memicu hate comment terhadap individu yang belum sepenuhnya memahami isu-isu yang terlibat.
Media sosial menjadi platform utama bagi masyarakat untuk menyuarakan aksi kampanye boikot ini dengan tagar #freepalestine. Tagar ini digunakan sebagai cara untuk menyatukan suara dan memperkuat pesan yang ingin disampaikan kepada publik. Kegiatan boikot ini didukung dengan keluarnya fatwa MUI Nomor 83/2023 tentang hukum dukungan terhadap perjuangan Palestina. Dalam fatwa ini menetapkan rekomendasi yaitu salah satunya umat islam diimbau untuk semaksimal mungkin menghindari transaksi dan penggunaan produk yang terafiliasi dengan israel serta yang mendukung penjajahan dan zionisme.
Di tengah maraknya kampanye boikot ini, muncul fenomena hate comment yang memperkeruh suasana. Tidak sedikit dari para pelaku aksi ini yang lebih memilih untuk menyerang secara pribadi individu yang belum memilih untuk bergabung dalam kampanye tersebut. Tindakan-tindakan seperti ini tidak hanya merusak citra gerakan, tetapi juga memicu lebih banyak konflik dan perselisihan di antara masyarakat.
Seorang pengguna X menyuarakan opininya mengenai aksi boikot guna mendukung Palestina. Ia berpendapat bahwa penggiat aksi boikot juga masih belum sepenuhnya melakukan aksi boikot
“Gw beli starbucks. Elu pake hp android dan semua produk google. Kita ini sama2 donatur israel, bedanya gue ngasih donasi lebih kecil lewat starbucks. Sedangkan elu2 yg boikot itu jadi donatur terbesar untuk israel.” tulis pengguna X @AndrewsTjan.
Bukannya memberi edukasi dan pemahaman mendalam mengenai aksi boikot, banyak netizen yang justru malah melontarkan komentar tidak pantas dan sedikit yang memberikan pemahaman.
“Ni orang sok pinter dari pembawaanya pake bawa data statistik dll, tapi dia ngerti gerakannya tata caranya gimana aja kaga wkwk dasar b***” ungkap pengguna X dalam komentar postingan tersebut.
Pentingnya untuk mengingat bahwa aksi boikot seharusnya bukan hanya tentang mengekspresikan ketidaksetujuan, tetapi juga tentang memberikan pemahaman yang lebih baik kepada masyarakat. Apa yang diperlukan adalah pendekatan yang lebih bijak, bukannya membanjiri media sosial dengan hate comment.
Kurangnya pemahaman tentang tujuan dan maksud dari boikot menjadi satu faktor utama yang menyebabkan persepsi orang terhadap boikot ini sebagai tindakan ekstrem yang tidak memiliki dampak signifikan. Ketidaksadaran masyarakat tentang isu boikot membuat mereka merespon isu ini dengan cara yang negatif. Daripada menyalahkan dan menyerang mereka yang belum menyadari pentingnya aksi boikot, kita bisa mengambil kesempatan untuk mengedukasi mereka secara santun dan berempati dengan membangun dialog yang positif.
Pemberian edukasi perlu ditingkatkan agar masyarakat lebih aware dengan hal ini. Kampanye informasi yang komprehensif tentang isu Israel-Palestina dan latar belakang alasan boikot produk pro israel sangat penting untuk di edukasi kepada masyarakat. Masyarakat perlu memahami bahwa boikot bukan sekedar tindakan implusif, melainkan bentuk protes yang memiliki tujuan jangka panjang.
Dengan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang isu boikot dan dampaknya, diharapkan masyarakat bisa lebih aware dan meminimalisir hate comment di berbagai media sosial. Jika aksi boikot didukung oleh pemahaman, akan lebih efektif dan mampu membawa perubahan yang positif bagi masyarakat.
Sumber:
Munandar, A., Yaasin, M. S., & Firdaus, R. A. (2023). Analisis Sentimen Netizen Indonesia Mengenai Boikot Produk. Journal of Islamic Banking and Economics, 3(1), 23–40.
https://x.com/AndrewsTjan/status/1797513430158750113?t=pqYQ-y7_m-VqrtF4mH_1KA&s=19
Komentar
Posting Komentar